Problem Based Learning
Sabtu, Juni 23, 2012
Hello...lagi pada ngapain hayoo...??? yuk baca tulisanku di bawah ini. Eh bukan tulisan ding tapi kumpulan info dari beberapa referensi. Sebenernya lagi gak tau mau nulis apa tapi engin banget mosting sesuatu. A ku posting deh tulisan ini. Siapa tau bermanfaat. Well...it's about Problem Based Learning. Cekidot....
Problem Based Learning (PBL)
Sejak manusia pertama ada di bumi ini, ada
bentuk pembelajaran berbasis masalah sebagai pembelajaran manusia
dalam menangani masalah dasar diantaranya masalah untuk bertahan hidup, menemukan makanan, tempat tinggal, dan melindungi
diri terhadap musuh.
A. Prinsip-prinsip dalam Meningkatkan
Pembelajaran
Prinsip-prinsip umum diberikan oleh Chickering dan Gamson
(1987) dengan penambahan dari Ramsden (1982), Novak (1989), Gibbs (tanpa tahun) bahwa untuk
meningkatkan pembelajaran:
1. Siswa-siswa harus aktif
terlibat dalam kegiatan belajar, bukan pasif mendengarkan guru.
2. Siswa-siswa harus bekerja bersama-sama untuk
saling membantu dalam
pembelajaran.
3. Pembelajaran harus memberikan kegiatan
belajar siswa yang memanfaatkan preferensi belajar yang unik. Tidak semua siswa
belajar dengan cara yang sama. Masing-masing memiliki gaya pilihan.
4. Siswa-siswa harus memiliki
tujuan yang jelas dan kriteria untuk memberitahu mereka ketika tujuan telah
dicapai.
5. Siswa-siswa harus
mendapatkan umpan balik yang cepat tentang kinerja mereka.
6. Siswa-siswa harus diberdayakan untuk memiliki
beberapa peran dalam penilaian. (peer atau self assessment.)
7. Pembelajaran harus memberikan lingkungan
kerja yang memungkinkan mereka akan berhasil.
8. Pembelajaran kaya dengan interaksi guru-siswa melalui
interaksi berbagai jenis di kelasnya dan peristiwa luar kelas.
9. Pembelajaran memberikan keterampilan
pengolahan yang dikembangkan
dengan menyediakan kesempatan
yang seluas-luasnya pada siswa. Pembelajaran harus menciptakan
lingkungan belajar yang
mengaktifkan dan menggunakan sebanyak prinsip-prinsip yang kita bisa terapkan.
B. Definisi
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Arends
(Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan
masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada
masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri
sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai
sesuatu dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan
masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting.
Barrows
(1980) mendefinisikan pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Leaning/PBL) sebagai: “Pembelajaran
yang dihasilkan dari proses kerja terhadap pemahaman kedalaman masalah.
Masalah diperoleh dari apa yang ditemui pertama
dalam proses pembelajaran”.
Pembelajaran
berbasis masalah merupakan bagian dari pergeseran dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran
(Barr dan Tagg, 1995). Fokusnya adalah pada apa yang dipelajari siswa bukan apa
yang sedang diajarkan guru (Lloyd-Jones,
Margeston dan Bligh,
1998).
Pendekatan
pembelajaran Berbasis Masalah ini mengutamakan proses belajar dimana
tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan
mengarahkan diri. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam
tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah,
termasuk bagaimana belajar (Nurhayati Abbas, 2000:12). Guru dalam model
pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya,
mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan pemberi fasilitas penelitian.
Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah
hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka
dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga
dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik
secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi
rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentun arah belajar siswa (Nurhayati
Abbas, 2000:12).
Hal yang
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah
memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses inkuiri
dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah, membimbing dan memberikan
petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah. Pengaturan pembelajaran
berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi
siswa maupun masyarakat. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan
dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
- Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
- Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
- Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
- Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
C. Karakteristik Dasar Pembelajaran
Berbasis Masalah
Karakteristik
dasar dari pembelajaran berbasis masalah yang dapat digunakan dalam menentukan
langkah-langkah pembelajaran adalah (Center for Teaching):
- Pembelajaran berpusat pada siswa. Meskipun siswa dipandu oleh tutor, mereka harus bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk mengelola masalah dan di mana mencari informasi.
- Belajar terjadi dalam kelompok kecil siswa. Pada akhir setiap unit kurikuler, siswa secara acak dikondisikan dalam kelompok baru.
- Guru adalah fasilitator (atau pemandu). Peran fasilitator adalah tidak memberikan pembelajaran atau informasi faktual, tetapi hanya mengarahkan para siswa agar berupaya mencari langsung ke sumber. Fasilitator harus meminta para siswa agar bertanya pada diri sendiri untuk memahami dan mengelola masalah.
- Masalah membentuk fokus pengaturan dan stimulus pada pembelajaran. Suatu masalah dapat disajikan dalam format yang berbeda (kasus tertulis, rekaman video, simulasi komputer) dan itu merupakan tantangan bagi para siswa dalam menghadapi praktek, memberikan relevansi dan motivasi untuk belajar. Jadi, masalah memberi siswa fokus pada pengintegrasian informasi, yang dapat memfasilitasi kemudian mengingat dan aplikasi untuk masalah masa depan.
- Masalah adalah wahana pengembangan keterampilan dalam memecahkan masalah. Masalah terbaik adalah menarik, kontemporer dan otentik. Masalah adalah cermin dari apa yang akan siswa temukan dalam kehidupan nyata.
- Masalah adalah struktur kacau dan ranah khas. Dalam kehidupan nyata, kita jarang menghadapi masalah yang rapi dan terstruktur dengan baik. Siswa perlu mengembangkan kemampuan untuk menangani ambiguitas, situasi tidak jelas dan memahaminya. Namun, penting untuk dicatat bahwa pemecahan masalah juga ranah yang khas. Pemecahan masalah dalam bidang sains memerlukan keterampilan yang berbeda dari memecahkan masalah dalam bidang sosial. Intinya adalah untuk melibatkan para siswa dalam membangun atau menggunakan ranah yang sesuai dengan kepakarannya.
- Informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri. Para siswa diharapkan belajar dan mengumpulkan keahlian berdasarkan penyelidikan dan penelitian mereka sendiri seperti para profesional melakukannya. Selama ini pembelajaran mandiri, siswa bekerja bersama-sama, membahas, membandingkan, meninjau, dan berdebat apa yang mereka pelajari.
D. Penerapan
Pembelajaran Berbasis Masalah
Satu contoh penerapan dalam melaksanakan
pembelajaran berbasis masalah dapat menggunakan langkah-langkah sbb:
- Pertama disajikan masalah pada siswa.
- Siswa mendiskusikan masalah tersebut dalam tutorial PBL kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta dari kasus. Mereka menentukan apa masalahnya. Mereka mengembangkan ide-ide dengan brainstorming berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Mereka mengidentifikasi apa yang mereka perlu pelajari untuk bekerja pada masalah, Mereka memberikan alasan tentang masalah tersebut. Mereka menentukan rencana aksi untuk bekerja pada masalah.
- Siswa terlibat dalam penyelidikan tentang isu-isu yang mereka pelajari di luar tutorial. Hal ini dapat meliputi: perpustakaan, database, web, nara sumber dan pengamatan.
- Mereka kembali ke tutorial PBL, berbagi informasi, mengajar sebaya (peer teaching) dan bekerja bersama-sama pada masalah.
- Mereka menyajikan penyelesaian untuk masalah
- Mereka meninjau apa yang telah mereka pelajari dari bekerja pada masalah. Semua yang berpartisipasi dalam proses terlibat dalam pengamatan diri, rekan dan tutor dari proses PBL dan refleksi pada setiap orang yang berkontribusi terhadap proses tersebut.
E. Keunggulan Pembelajaran Berbasis
Masalah
Sebagai suatu strategi pembelajaran,
strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, di
antaranya:
- Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
- Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
- Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
- Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
- Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
- Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
- Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
- Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
- Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus
dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini
guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan
oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa,
pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang
terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
F. Kelemahan Pembelajaran Berbasis
Masalah
Di samping memiliki keunggulan,
strategi pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
- Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
- Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
- Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
BIBLIOGRAPHY
Anonima.
Pembelajaran Berbasis Masalah. http://hipni.blogspot.com/2011/09/
strategi-pembelajaran-berbasis-masalah.html. Diakses pada
17 Juni 2012.
Anonimb.
Pembelajaran Berbasis Masalah. http://www.sarjanaku.com/2011/03/
pembelajaran-berbasis-masalah.html. Diakses pada 17 Juni
2012.
Anonimc.
Pembelajaran Berbasis Masalah. http://rudy-unesa.
blogspot. Com / 2012 / 03/pembelajaran-berbasis-masalah.html.
Diakses pada 17 Juni 2012.
0 komentar