Olin dan Virus Merah Jambu

Senin, Maret 14, 2016



sumber: www.alimuakhir.com

Bangku-bangku tidak serapi tadi pagi. Anak-anak berhamburan ke tempat favorit masing-masing. Ke kantin, perpustakaan, duduk-duduk di bawah pohon atau menetap di dalam kelas—menaruh kepala di atas meja lantas membiarkan mata merem-melek karena  kantuk.

Setya melangkah pelan-pelan ke arah bangku panjang di bawah pohon ketapang, berniat mengagetkan Olin yang lagi asyik-asyiknya online pakai modem smartfren 4G Lte. Belum sempat mengucapkan apa-apa, Setya mundur kembali. Takut melihat mata Olin yang sudah melotot padanya.

“Eng ... nggak ... nggak. Aku udah insyaf, kok!” Setya cengengesan sampai-sampai gigi depannya kelihatan semua. Rambutnya terlihat basah, segar. Kentara sekali kalau habis diguyur. Memang kebiasaannya.

“Awas, ya!” Olin mengepalkan tangan. Pura-pura mengancam.

Cewek yang kata anak-anak “macan” alias “manis dan cantik” itu sudah lama berteman dengan Setya.  Sejak kelas satu. Jadi, tidak heran kalau dia sudah hapal betul gerak-gerik cowok beralis tebal itu. Setya sendiri, sebetulnya, merasa segan pada Olin. Paling beraninya cuma sampai mengagetkan, tidak berani menepuk apalagi memegang. Bukan karena Olin jago tae-kwon-do, tapi lebih karena Olin sangat menjaga sikapnya.

“Cepet banget sih, Lin, geraknya,”

Olin mengernyit. Tidak mengerti.

“Itu ...” Mata Setya mengarah ke Syaamil Qur’an di samping leptop “beberapa menit tadi, kan, kamu ngaji. Eh ... sekarang sudah gentayangan di dunia maya,”

Olin menghela napas. Ini orang teh nggak ada kerjaan apa, sampai merhatiin orang lain segitunya. Batinnya. Tapi rusuh di hatinya itu segera luluh mendengar kalimat Setya kemudian.

“Eh, meski pun kamu nggak mau salaman atau anti banget disentuh, tapi kamu teman paling baik, Lin.”

“Jangan gombal.”

“Serius. Soalnya kalau aku lagi sakit atau susah, kamu pasti ada duluan,” ucap Setya tulus.

“Itu teh sudah kewajiban. Saling tolong menolong,” ujar Olin. Senyum terbit di bibirnya. Sorot matanya hangat dan ramah. Kalem.

“Lin ... sebetulnya aku ada perlu. Aku ...”

Kalimat Setya terpotong begitu saja ketika suara cukup keras dari arah kantin terdengar memanggil Olin.

“Oliiin ...!!!”

Kristin. Dimana pun, selalu saja heboh. Selalu paling juara urusan belanja.

Kantin makin penuh. Anak-anak kelas lain berdatangan mengisi perut, mengisi amunisi untuk pelajaran berikutnya.

“Oliin cepet ...! Aku traktir.”

Bangku di bawah pohon ketapang tempat Olin duduk sekarang, tidak begitu jauh dari kantin, hanya berjarak dua kelas. Jadi, suara Kristin memang bisa langsung tembus ke telinganya. Di kantin, Kristin sudah menyiapkan tempat untuknya. Di samping Cecilia yang tengah asyik dengan semangkuk baksonya. Pipi putihnya menjadi merah muda menahan pedas. Mata sipitnya seperti tenggelam ketika dia memicing-micing dan menyendok kuah bakso perlahan.

Olin gegas beranjak. Meninggalkan Setya yang sebetulnya masih mau ngobrol banyak.

“Oliiin ... salam sama Cecilia, ya! Bilang kalau aku masih suka sama dia!” teriak Setya ketika Olin melangkah menjauh.

Olin cuek. Menoleh pun tidak.

Heuh ... ini orang teh tidak malu apa teriak-teriak begitu. Komentarnya dalam hati.

“Tin, ini teh dalam rangka apa?” tanya Olin setelah duduk tenang di tempatnya. Menunggu pesanan datang.

Mata Kristin berbinar-binar, “Untuk merayakan sesuatu,” dia tersenyum, mengerling dan makin antusias, “tahu nggak, Lin, tadi pagi a ...”

“Olin ... nanti pinjam modem Smartfren 4G Lte-mu, ya. Aku mau download serial kartunnya Chibi Maruko Chan,”

“Iiihhh ... Lia nggak asyik banget deh,” Kristin merengut kalimatnya dipotong begitu.

Olin cuma senyum-senyum lalu mengangguk, menyetujui permintaan Cecilia.
“Lin ... Lin, lanjut-lanjut,” Kristin memasang wajah cantiknya tepat di depan Olin. Rambut ikal pendeknya hari ini dipadukan dengan bandana berwarna hijau muda, sewarna dengan gelang di tangannya.

“Tadi pagi aku ketemu kak Ali di depan ruang guru. Terus dia nanyain alamat rumahmu. Katanya, sih, mau ngasih surat. Ciyeee ....”

Kristin makin heboh. Beberapa pasang mata di kantin itu mengarah padanya.

“Sssttt ... jangan keras-keras,” protes Olin di antara degup jantungnya yang tiba-tiba berubah ritme. Jadi deg-degan.

“Bagus juga kalau tiap hari kamu ketemu kak Ali, tiap hari kamu bakalan nraktir kita,” celetuk Cecilia.

“Ye ... itu, kan, karena aku bahagia. Kak Ali mau ngasih surat ke Olin, itu artinya ...”
“Tapi, kunaon teh harus ke rumah? Kenapa nggak ngasih di sekolah aja? Atau dititipin ke kamu tadi?” Olin memotong. Tidak bisa menahan perasaan “aneh” yang buncah di dadanya.

“Katanya, ini surat penting. Nggak bisa dititip-titip. Terus, kak Ali juga bilang mau ke rumahmu supaya bisa langsung ngobrol sama Bapakmu. Dia bakalan ke rumahmu malam Minggu nanti. Alamatnya udah aku kasih,” Kristin nyerocos.

Kristin, cewek manis berdarah Batak-Betawi itu, memang selalu paling riang. Paling terobsesi dengan urusan “merah jambu” dua sahabatnya.

Olin jadi kehilangan selera makan. Kak Ali, seperti yang diceritakannya pada dua sahabatnya, cowok itu spesial. Sikapnya, caranya memandang cewek, tuturnya, ah, semuanya selalu memikat di mata Olin. Tapi, selama ini dia berusaha menjaga hati. Berusaha menyimpan perasaan itu. Berdoa panjang-panjang agar rasa itu tak mengotori hatinya. Dia istighfar banyak-banyak.  
**
“Akhirnya sampai di rumahmu,” ucap cowok jangkung bermata elang itu.

Olin terpaku beberapa jenak. Dadanya seperti ditindih batu. Sesak. Bunga-bunga dalam kepalanya entah mau mekar atau gugur. Dia bingung. Takut. Bahagia. Entahlah.

“Kak Ali?”

“Aku mau ngasih surat ...,”

Ah, ya Allah ...! Astaghfirullah ....

Olin menundukkan pandangan. Berusaha menata hatinya. Dia menghela napas, pelan. “Dermaga Cinta”, buku terbitan Kaifa, di tangannya, digenggamnya erat-erat.

“Bapak ada, kan?” tanya cowok itu lagi. Dia tersenyum ramah, “ini loh, teman-teman mau adakan bakti sosial dan rencananya, pelaksanaannya di kelurahan sini. Aku syukur banget tahu kalau lurahnya Bapak Olin, kan, jadi lebih mudah. Insya Allah!” 

Olin tertegun. Wajahnya pias. Ada malu melekat di sana.

“Ng ... iya, ada, Kak,”

Setelah menyilakan kak Ali duduk, Olin bergegas masuk. Memanggil Bapak dan tidak keluar-keluar lagi.

Ah, Olin ... kamu teh seharusnya bahagia. Bahagia karena Allah sudah jaga dirimu dari yang namanya pacaran. Mesti bersyukur karena diberi jalan dan kemampuan menjaga hati.

Olin mendekap Syaamil Qur’an-nya erat-erat. Air matanya menitik.
**

“Maafkan kami, ya, Lin,”
Kristin dan Cecilia, dua sahabat Olin, langsung memeluk cewek berjilbab itu.

“Loh, minta maaf kenapa?” Olin bingung.

“Harusnya kami nggak ngompor-ngomporin kamu soal kak Ali,” jelas Kristin.

“Iya. Kami, kan, tahu kalau kamu nggak mau pacaran. Harusnya kami menghormati itu. Dan, mendukungmu,” lanjut Cecilia.

Olin terharu. Dia membalas pelukan kedua sahabatnya itu. Matanya berkaca-kaca.
“Terima kasih, ya.” Ucap Olin lirih. Tulus.

“Oliiin ...!”

Demi mendengar teriakan itu, mereka bertiga berbalik. Setya.

“Olin ... aku janji mau berubah. Aku udah mau rajin shalat, belajar ngaji, jadi baik, dan ....” Setya menggantung kalimatnya. Udara seperti ikut diam, lalu ... “dan, nggak bakal nguber-nguber cewek lagi. Ajarin dan ingatkan aku, ya.”

Olin tersenyum. Mengacungkan jempolnya.

Mereka semua lantas tertawa.
Allah ... terima kasih sudah menjagaku. Terima kasih sudah menghadirkan teman-teman baik seperti mereka.
Kaca-kaca di mata Olin pecah juga. Luruh di pipinya.

***

#PemenangLombaGAKangAlee

Alhamdulillah. 








You Might Also Like

4 komentar

  1. Cerita yang sangat mengalir. Ini GA-nya Ali Muakhir, ya?
    Good luck ya :)
    Baca ini jadi belajar menulis cerpen deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mas, ini GA kang Alee dan alhamdulillah pengumumannya sudah keluar.

      Terima kasih sudah mampir, Mas. :)

      Hapus
  2. Waaah mbak anak FLP Sulsel ya :)
    Salam kenal mbak ^_^

    Sukses untuk GA nya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Mbak juga anak FLP, ya?

      Alhamdulillah pengumumannya sudah keluar, Mbak.

      Terima kasih sudah mampir.

      Hapus

IIDN-ers

IIDN-ers

Komunitas Blogger

Komunitas Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Kumpulan Emak Blogger