Setahun Bersama
Senin, Januari 11, 2016
Sewaktu memutuskan menulis sesuatu berkaitan dengan hari ini,
saya jadi bingung sendiri. Begitu banyak cerita. Begitu banyak hal dan perasaan
selama setahun ini. Sebetulnya saya juga menjadi agak bingung dan repot memilih
bagian mana yang mesti saya tulis di sini berhubung saya tengah menyelesaikan
buku tentang perjalanan pernikahan kami yang seru sekali itu.
Memang benar kami ketemunya lewat tulisan. Di sebuah
organisasi kepenulisan kami saling kenal. Lalu sebuah catatan facebook tentang dirinya membuat saya
penasaran. Bagaimana tidak penasaran kalau apa yang dia ceritakan di situ
persis seperti yang saya alami. Dan, dia juga ikut-ikutan penasaran ke saya. Lalu
mimpi-mimpinya, lah itu kan mimpi-mimpi yang juga saya tanam sejak lama. Akhirnya
berlanjutlah cerita; kami ta’arufan, lamaran dan menikah. But, tak sesimple itu
sebetulnya. Dan saya sedang tak ingin menceritakan semuanya. Terlalu panjang. Hihi.
Salah satu syarat saya untuk siapa pun yang datang melamar; sebuah
buku 100 halaman A4, ditulis sendiri. Dia menyanggupinya dengan buku berjudul “DIK
(Sebuah Ikrar) yang bikin saya klepek-klepek. Wkwkwk.
Menikahlah kami pada tanggal 12 Januari 2015. Bersamaan
dengan pernikahan sepasang teman saya waktu kuliah, Irfan dan Alya, di Pinrang.
Yang saya ingat tentang pernikahan kami itu adalah; buku DIK, ijab qabul dan make up yang rasanya aneh di kulit
lengkap dengan baju pengantinnya yang ribet yang harus diganti tiga kali.
Setahun bersama rasanya seru sekali. Banyak
keajaiban-keajaiban dan hal-hal mengejutkan. Saya seperti lahir kembali dengan
hidup baru. Bagi saya, suami saya yang biasa-biasa dan tidak gagah itu, luar
biasa sekali. Darinya saya belajar banyak hal. Mengubah banyak hal. Saya belajar
bagaimana mestinya memandang dan memaknai hidup. Belajar meluruskan tauhid.
Belajar berprinsip. Belajar ... ah, banyaklah pokoknya. Kami sama-sama belajar
dan insya Allah terus belajar.
Sssttt ... saya sedang
menyusun naskah tentang hari-hari kami yang berkesan selama setahun ini. Saya
terdorong menulisnya karena bagi saya, semoga bagi orang lain juga, ada banyak
hikmah yang bisa diambil. Bagaimana seorang istri kembali merindui Rabb-nya
melalui sang suami.
Well ... hari ini kami sedang anniversarian tanpa acara apa-apa. Cuma saling berkado tulisan. Dan,
itu sudah cukup.
Kado dia untuk saya bisa baca di sini.
Kado saya untuk dia bisa baca di sini.
Ini sedikit foto pernikahan kami dulu. Sekadar nostalgia.
Hihi.
Ini sampul DIK. Syarat yang saya minta.
Penampakan asli buku
Berturut-turut dari kanan; saya, Endang (sahabat terbaik), Tenri (adek tercantik), Rahma (sepupu terimut).
Selepas ijab. Penyerahan DIK.
Acara temu manten pake kembar mayang. Membasuh kaki pengantin pria.
Hahaha.
Ckckck.
Kami, DIK dan keluarga FLP.
***
Selepas ijab. Penyerahan DIK.
Hahaha.
Ckckck.
Kami, DIK dan keluarga FLP.
***
12 komentar
so sweet :)
BalasHapussemoga selalu bahagia dan langgeng hingga maut memisahkan yah Mbak :)
Salam kenal :)
ternyata Mbak Dikpa orang Sulawesi, saya juga orang Sulawesi tepatnya Bau-Bau :)
Aamin. Makasih, Mbak. Salam kenal juga. Wah ... sama-sama Sulawesi. Semoga bisa ketemu suatu waktu ya, Mbak. :)
HapusManisnya .... semoga setiap tahun semakin manis :)
BalasHapusAamiin. Terima kasih, Kak. :)
HapusMauta mi juga :P Wkwkwk
BalasHapusSegera mi Dayat. :D
HapusIni mi perempuan yg bikin saya suka menulis walaupun nda rutin,... langgeng kakak,.. bahagia dan sehat2 trus keluarga kecilnya,... Amin
BalasHapusAamiin. Doa yang sama baiknya untuk kita'. Semoga disegerakan jodohnya dan kelak jadi imam terbaik untuk keluarga. Aamiin. :)
HapusBarakallah ya Mbak :)
BalasHapusSyukron, Mbak. :)
HapusJadi Penasaran sama Bukunyaa Mbaaa....:D :D
BalasHapusMasih dalam proses penyelesaian naskah, Mbak. Mohon doanya. :-)
Hapus