Sitti Beddu Part I

Rabu, Maret 04, 2015



Sitti betul-betul tidak menyangka apa-apa yang dia pikirkan akan nyata, tiba-tiba, hanya berbentuk semacam ilusi. Hanya nyangkut di dalam kepalanya. Ibu bilang “setuju” dan itu, baginya, benar-benar sebuah kejutan. Sitti masih shock dan berusaha memercayai dirinya sendiri yang beberapa waktu lalu memutuskan hal sedemikian seriusnya.

Kenyataan tak pernah ada dan hanya nyangkut di kepala Sitti itu adalah, omelan ibunya atau semacam penolakan atas keputusannya yang tiba-tiba. Dia masih kuliah dan terbilang muda. Mestinya, dalam pandangan banyak orang, dia selesai dulu, lantas bekerja dan bersenang-senang menikmati masa lajang. Masa sendiri—tanpa beban dan tekanan. Tapi, siapa pengatur skenario? Allah. Dan Dia tidak bilang begitu. Allah punya jalan lain untuk Sitti. Ibunya meng-iya, lantas om dan tante-tantenya turut berkeputusan sama.

Ya … Sitti shock saja. Kalau mengulik catatan mimpinya, maka tertera jelas di sana bahwa dia akan menikah di usia duapuluh tujuh tahun. Du-a-pu-luh-tu-juh. Bukan dikurang empat seperti sekarang. Akhirnya, cinta memilih sendiri jalannya. Sitti mengikut saja.

Kalau ditanya bagaimana mulanya sampai dia mau mengubah alur mimpinya, maka Sitti akan panjang lebar menjelaskan. Mulai dari pertemuan awalnya dengan laki-laki itu. Laki-laki yang sebetulnya cukup menjengkelkan di matanya. Sekarang—setelah sah menjadi istrinya, dia akan terbahak dan mengatakan bahwa semua tersebab laki-laki itu, suaminya, terlalu banyak bicara. Dan, sembunyi-sembunyi, dia juga jengkel pada dirinya sendiri karena terlalu cepat mengajukan rasa (jengkel) sebelum mengenal siapa si Beddu, suaminya.

Jika hati mulai merindukan seseorang, maka tak ada jalan lain selain menikahinya.
                                 
Sms itulah ungkapan pertama si Beddu. Seperti sms itu, mereka memang langsung menikah. Tanpa pacaran atau TTM atau apalah namanya. Sitti yang mengira itu ungkapan semata tanpa keseriusan, langsung saja menodong untuk bicara pada ibunya, memintanya kalau berani. Alih-alih takut, Beddu malah bertindak cepat sekali. Alih-alih melarang seperti dugaannya, ibunya merestui dan bilang disegerakan saja.

Sebetulnya ada bagian yang tidak ditulis di sini. Sitti merasa itu tidak perlu karena sudah menjadi hal yang sangat lumrah, membosankan untuk dibahas. Semisal bagaimana proses pembicaraan mereka yang ditemani siapa saja karena mereka tak mungkin berdua. Dalam masa-masa ini, Sitti dan Beddu memang seringkali merepotkan teman-teman dekat. Juga, harapan ini-itu dan konflik-konflik kecil yang sudah rahasia umum karena keseringan terjadi, tentu tak perlu dibahas panjang lebar. Sitti yakin dengan keputusannya—setelah doa-doa dan sholat dia kerjakan. Yakinnya itu berlandas pada kesamaan visi misi dan mimpi. Tepat. Bukankah itu bisa menumbuh dan menguatkan cinta?

Bagi mereka, hidup itu belajar dan berbagi. Dunia sosial adalah dunia yang akan mereka tekuni.
           
Dan, menikahlah mereka.
            

You Might Also Like

6 komentar

  1. Mak...suka sama tagline blognya di atas "Saat bermacam-macam musim usai, aku ingin menjumpaimu dengan berlembar-lembar kenangan yang terabadikan"...romantis...#salahfokus :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Romantis ya? xixixi. Makasih Mak udah mampir.

      Hapus
  2. gambarnya unyuuu bingit... sms ungkapan si beddu jg so sweet bingit... hmmm baca kisah sittibedu ini kok sy berasa familiar yah kak... hehe berasa kyk sedang ngintipin kisah si penulisnya :-D btw Si Sitti beruntung banget bertemu dengan lelaki seperti Beddu yang begitu berani langsung ngajakin nikah

    Semoga khdpn Sitti dan Beddu full barakah... ditunggu part2 selanjutnya^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. waahh ... terima kasih kunjungan dan doanya. :)

      Hapus
  3. kereeen kereenn :D baru sempat bacaa.

    BalasHapus

IIDN-ers

IIDN-ers

Komunitas Blogger

Komunitas Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Kumpulan Emak Blogger