Sitti Beddu part II
Minggu, Maret 15, 2015
Ini hal gila tapi berulang kali Sitti
menamatkan pikiran dalam kepalanya dan menemukan kesimpulan sama; akan lebih
gila jika dia membiarkan rasa itu tumbuh liar, tidak semestinya. Beddu juga
begitu. Ya, ini keputusan terbaik daripada seluruh hari-harinya dikejar dosa.
Mereka kan sudah belajar baik-buruk, halal-haram di tempat-tempat ngaji. Tak
ada pilihan lain. Cinta belum jelas tidak boleh lama-lama mengendapi kepala. Menikahlah dan Tuhanmu akan mencukupkan.
“Akan
ada jalan,” ucap Beddu. Senyumnya meyakinkan. Kalimat itu sedikit banyak
membuat Sitti bertambah tenang.
Selanjutnya
Sitti akan mendekapkan tubuhnya ke dalam pelukan Beddu. Atau, menyorongkan kepalanya
di pangkuan suaminya itu. Kadang, sembari demikian dia merapal doa
banyak-banyak. Untuk rumah tangga mereka. Dua bapak mereka yang berpulang dalam
jeda tidak begitu jauh. Adik-adik mereka. Dan yang tak putus sayangnya, kedua
ibu mereka. Juga, harapan-harapan mewujudnya mimpi-mimpi mereka. Atau kalau
tidak, dia takzim mendengar bacaan qur’an suaminya. Kadang, sampai matanya tak
sanggup menahan serbuan kantuk.
Beberapa
hal mereka sembunyikan rapat-rapat kini. Mengikut ikrar yang menyelipi buku
karangan Beddu sebelum menikah. Sebelum ijab disahkan dan didoakan orang-orang.
Pintu rumah kita adalah batas. Masalah
cukup kedap dan hilang di sana. Cukup kita yang tahu. Pintu adalah batas;
masalah-masalah di luar semisal organisasi, tak boleh kita bawa pulang. Tak
boleh melewati pintu.
“Saya
selalu percaya bahwa apa yang kita alami, sekecil apapun, adalah jalan untuk
membesarkan kita,” kalimat itu meluncur dari bibir Sitti. Mukenah-nya
berantakan. Miring ke kiri.
Beddu
membetulkan mukenah yang berantakan itu. Membuatnya lebih rapi. “Menjadi besar
adalah hadiah. Yang harus kita pikirkan, kita doakan panjang-panjang, mampu
melakukan hal-hal besar. Membagi apa saja yang kita bisa,” ucapnya kemudian.
Mata
Sitti melebar, senyumnya mengembang. Entah sejak kapan, di antara mereka, gerak
tubuh macam apa pun bisa bicara. Kerlingan, pipi menggembung, jidat berlipat,
model bibir dari A-Z, dan apa saja. Seperti ekspresinya kali ini, mengisyaratkan bahwa dia sepakat.
Bahwa dia menanam mimpi dan harapan yang sama.
Beddu
kembali merengkuh istrinya. Di luar, jangkrik mengerik. Bulan sepotong
bergantung bebas.
Mereka
belum menemukan jalan. Tapi, sejak sah suami-istri, mereka telah menemu yakin,
bahwa Allah akan mencukupkan. Dan, janji Allah itu pasti.
***
0 komentar