Latihan I
Minggu, Januari 05, 2014
Hutang 2.
Setelah membolak-balik “simpanan,” akhirnya saya menemukan
ini. Tumbal kedua untuk melunasi hutang
saya. Hehe. Dulu, awal-awal mengenal dunia kepenulisan, saya antusias sekali
berlatih. Setiap pagi saya latihan seperti ini; memilih kata-kata secara acak,
lalu dalam beberapa menit yang ditentukan, saya harus meramunya menjadi
sesuatu. Entah itu cerpen, puisi atau sekadar tulisan ngalor ngidul seperti di
bawah ini. Well, apa pun tulisannya, saya salut dengan semangat itu—yang rasa-rasanya
mulai menguap. *Eh.
Hmm … dua hutang saya akhirnya lunas. Masih tersisa tiga lagi.
Hoho.
PERHATIAN: Tulisan ini—barangkali—labil sekali.
Waktu: 10 menit.
Kata: Merah, Hujan, Angin, Buku, Taman.
Siang itu, saat matahari mulai terik, kau lagi-lagi mempertanyakan
hal yang sama, “kamu suka warna apa?” “merah.” Jawabku. Ya, aku memang suka
merah, aku suka bunga, tepatnya mawar merah.
Lalu dengan gerakan cepat, kau mengulurkan sesuatu yang benar-benar membuatku
terkesima. Setangkai mawar merah. Kau meminangku, ah bukan, kau hanya memintaku
jadi pacarmu. Sudah dua tahun sejak kisah itu, sekarang aku tak lagi tahu
bagaimana perasaanmu, apakah kau masih akan mempertanyakan hal yang sama?
Senja ini aku sengaja berdiri di sini, berlama-lama. Menunggumu
yang entah kapan akan muncul. Kau tahu, dua tahun terakhir aku suka
menghabiskan waktu di sini. Dengan sebuah buku
usang yang dipenuhi catatan tentangmu. Taman
ini, aku suka menunggumu di sini. Apakah kau tahu itu? Atau kau sudah lupa?
Padaku dan juga pada janjimu di taman ini.
Kesiuh angin menyapu
lembut wajahku. Hujan merintik.
Membasahi tiap pori kulitku. Tapi aku bergeming. Aku tak ingin melewatkan waktu
sedetik pun untuk tidak menunggumu. Senja ini, hanya senja ini, karena esok
kenangan kita tinggal nama.
Cepatlah, aku menunggumu untuk menikmati senja di bawah hujan yang
merintik. Kau suka hujan bukan? Sama seperti aku yang suka mawar merah.
Datanglah, rinduku sudah menggebu.
Makassar, 12 Februari 2013, pukul; 06.35
0 komentar