DIJEMPUT KEMATIAN

Senin, Agustus 11, 2014






Kematian adalah hal yang sering dilupakan dan ditakuti sekaligus.

Pagi itu saya tiba di rumah setelah satu tahun tidak pulang-pulang. Beberapa alasan menahan saya untuk tetap tinggal di kota Daeng. Saya tidak lelah karena bahagia lebih baik untuk dirasakan. Tapi, saya juga tidak menangis seperti orang-orang yang akan mengeluarkan air matanya ketika terharu atau kejatuhan durian runtuh. Barangkali saya memang jenis perempuan yang sulit menangis.

Saya duduk dan bercerita panjang lebar. Tentang perjalanan yang menyenangkan karena bus berlampu temaram itu makin nyaman saja, dilengkapi bantal, selimut dan sandaran kaki. Tentu saja saya tidak bercerita tentang bagaimana kelimpungannya saya menghadapi ratusan kenangan yang mendesak pulang ke dalam kepala. Obrolan itu berlanjut sampai saya lupa mandi. Ah, menuntaskan rindu jauh lebih penting, pikir saya.

Selain bus, saya tidak lupa bercerita tentang betapa sibuknya saya di sana. Mengerjakan ini-itu sampai-sampai saya terserang insomnia sepanjang malam dan sering lupa mengecas baterai hape. Tapi, saya bahagia …sangat bahagia. Saya cepat-cepat menambahkan. Seberapa pun sulitnya, saya tidak suka dipandang dengan rasa kasihan. Saya katakan, saya menemukan banyak keluarga baru. Membeli buku-buku dan sudah selesai merencanakan peta masa depan. Saya perempuan kuat, kata saya lagi.

Hape berdering.

Seketika obrolan panjang untuk menyambut kehadiran saya itu berubah isak. Ibu dan tante-tante saya menangis sejadi-jadinya. Paman Ibu, kakek saya, meninggal dunia. Saya teringat kepergian Bapak saya tiga tahun lalu, seperti hari ini, saya tidak menangis.

Barangkali hatimu serupa batu. Susah tersentuh.

Tidak juga. Saat orang-orang menangis, saya konsentrasi memikirkan hal lain. Apa yang harus saya lakukan selanjutnya, misalnya. Atau … ketika Bapak saya pergi, saya sibuk mengumpul janji-janji yang mesti saya tepati kelak. Menjadi kakak yang baik. Menjadi shalehah. Belajar dan bekerja sungguh-sungguh. Menjadi budayawan (seperti keinginan Bapak, juga saya). Dan yang mungkin agak berat, menghapal alqur’an. Setelah memikirkan hal semacam itu dan melihat mata adik saya yang berbicara banyak, tangisan saya seringkali tidak keluar sebagai air mata tapi menjelma meriang berhari-hari. Kesedihan tidak harus dikatakan dengan air mata, saya kira.

Tentang sebuah kematian.

Apa yang paling dekat denganmu? Kita seringkali lupa pada fakta bahwa kematian lebih dekat dari batang tenggorokan kita sendiri. Kita terlalu takut membayangkan kalau-kalau Tuhan memanggil kita sedemikian cepat.

Saya pun seringkali begitu. Dalam keadaan tertentu semisal berada dalam angkutan umum yang jalannya ngebut, saya tidak putus berdoa agar Tuhan memanjangkan umur saya. Banyak hal yang mesti saya lakukan dan banyak orang yang ingin sekali saya bahagiakan. Kata saya pada Tuhan. Alhamdulillah … sejauh ini, Tuhan selalu mengabulkan.

Jika menjadi sederhana bisa membuat kita bahagia, kenapa mesti kelelahan mengejar berupa-rupa harta.

Kalimat yang saya temukan di timeline seseorang yang saya lupa siapa. Kalimat yang dalam. Hidup sederhana dan berjuang mengisi bekal kematian adalah hal-hal yang dilakukan orang-orang keren. Ah … kadang saya cemburu dengan orang-orang yang berani mengatakan; Tuhan aku sudah rindu padaMu, cepat-cepatlah panggil diriku ke sisiMu.

Kita mungkin akan ketakutan ketika tahu bahwa kematian akan menjemput kita pulang subuh atau pagi nanti. Tapi, barangkali ada di antara kita yang lupa merasa takut ketika bekal kematian tidak bertambah karena shalat lima waktu terlalaikan. Tidak mengenal takut ketika lumbung dosa mulai menggunung.

Tentang kepergian-kepergian.
Saya bukan tidak ingin menangisi mereka. Saya hanya menyimpan air mata itu dan tidak menumpahkannya bersama orang-orang. Saya suka menangis sendiri saat kelam dan sunyi datang.
Semoga kita dikaruniai umur yang berkah. Semoga.



Salulemo, 01 Agustus 2014.

You Might Also Like

2 komentar

  1. teringat bapak juga, ahhh kita senasib dik, tanpa bapak, dan akhirnya hati menjadi batu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm ... karena hidup harus Go on, kak Ida. Semangaaat. HIhi.

      Hapus

IIDN-ers

IIDN-ers

Komunitas Blogger

Komunitas Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Kumpulan Emak Blogger