HATI

Sabtu, Januari 06, 2018







Kita merasa begitu lelah. Beban-beban datang dan seolah bersarang di pundak kita yang kita anggap sebagai kekuatan yang rapuh. Perjalanan begitu jauh dengan kesedihan yang panjang. Kaki kita mulai gemetar dan kesepian datang perlahan-lahan. Kita lantas merasa sendiri, dilupakan, tidak dipedulikan. Hampa sekali.



Keluhan-keluhan mulai kita keluarkan sebagai bukti kekecewaan atas doa-doa yang kita langitkan tanpa pengabulan. Rangkaian takbir, ruku, dan seterusnya tidak cukup menjadi tempat melarungkan air mata. Ibadah hanya rutinitas tanpa nikmat.

Beban bertambah berat dan rasa-rasanya tubuh kita mulai melesak setengahnya. Beban; harga-harga naik, subsidi dicabut, penghasilan turun, hutang bertambah, dan kesenangan-kesenangan yang sulit lagi diberi checklist.

Berbagi?

Mana bisa. Sedang kita begitu sulit dan sempit. Kita menjadi marah karena orang-orang menjauh dengan kesalahan-kesalahan yang mereka bawa tanpa maaf. Mungkin Allah sedang melupakan kita; kata kita pesimis sekali. Bercerminlah kita, dan betapa kita merasa malu, bukan? Doa-doa dan dosa-dosa kita, nyatanya, bergandengan dengan akrabnya.

Hati kita sedang sakit dan kita enggan memberi obat. Kesibukan-kesibukan, target-target dunia, padat di agenda. Kita merasa baik, padahal ah ya Allah … kedatangan kita adalah hal yang paling tidak diharapkan orang-orang. Air mata kita tidak lagi peka untuk jatuh. Kita sudah sombong, mungkin begitu.

Beban-beban itu cuma jalan yang lupa kita beri cahaya. Gelap sekali sampai-sampai kita sulit menemukan jalan keluar.

“Tidaklah seseorang dihukum dengan hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan kerasnya hati dan jauhnya dari Allah.” *

Beban-beban itu bukankah cara agar tak ada hukuman seperti yang disebutkan imam Ibn Qayyim al-Jauziyah?

Beban-beban itu mestinya mengantar kita pada perenungan-perenungan yang melahirkan kebaikan. Pada sujud panjang dengan air mata memohon pengampunan. Beban-beban itu mestinya sama dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang dititipkan: tempat kita mengumpulkan bekal pulang.

“Dunia telah beranjak pergi, sedangkan akhirat telah beranjak datang, dan masing-masing memiliki anak. Maka jadilah anak-anak akhirat. Jangan menjadi anak-anak dunia. Karena hari ini adalah masa beramal, bukan masa berhitung. Sedangkan esok adalah masa berhitung, bukan masa beramal.” **

Kita adalah orang-orang yang beranjak menyembuhkan hati dengan iman dan Al-Qur’an.
Yang kecemasan dan kesedihannya lenyap dalam shalat.
Yang merindukan kebangkitan sebagaimana orang lapar merindukan makanan dan minuman.
Kita adalah anak-anak akhirat. Insyaallah.
***


DikpaLathifah
Bone.
Kamis, 20 Juli 2017
Catatan:
* Kalimat imam ibn Qayyim al-Jauziyah dalam salah satu bukunya, Al-Fawaid.
** Dari Ali bin Abi Thalib ra.

You Might Also Like

5 komentar

IIDN-ers

IIDN-ers

Komunitas Blogger

Komunitas Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Kumpulan Emak Blogger