Sharing Kepenulisan IIDN Makassar
Sabtu, Mei 30, 2015
Sebetulnya pas acara usai,
saya memang sudah punya niat untuk me-review
pertemuan sore itu. Bagaimana pun dan sesedikit apapun yang kita punya
mestilah dibagi. Apalagi kalau punya banyak tambahan banyak ilmu dari dua orang
perempuan yang keren-keren. Sudah jelas, harus di-share, dong! Tapi karena satu dan banyak hal, baru malam ini niat
itu terlunasi. Hehe.
Lama bergabung dengan grup
“Ibu-Ibu Doyan Nulis” di dunia maya, akhirnya hari itu, Sabtu 09 Mei 2015, saya
bisa ikut acara live-nya. Face to face dengan ibu-ibu keren yang
selama ini cuma saya akrabi foto profilnya di facebook. Yang kebanyakan bukan
gambar wajah tapi buku atau bunga atau cartoon.
Akhirnya ... tak tebak-tebak lagi bagaimana wajah si ini-si itu (kecuali
beberapa kakak-kakak yang sudah pernah saya temui sebelumnya di lain acara).
Saya datang bertiga siang
itu. Dengan suami dan seorang teman yang memang akrab sejak jamannya saya belum
menikah. Namanya Ismi. Dikpa, Ismi dan Malewa (nama pena suami saya) memang
tiga serangkai. Selalu sama-sama dan punya mimpi-mimpi yang hampir sama pula.
Oh iya, mimpi dan keinginan sama itu mendorong kami untuk bikin “Minasa”,
lembaga yang kami cita-citakan bergerak di dunia pendidikan dan pengembangan masyarakat. Kegiatannya sekarang ini mengumpulkan buku-buku dari donatur dan buka lapak baca buku gratis akhir pekan. Hoho ... maaf, bagian ini mungkin tidak penting. Intermezzo.
lembaga yang kami cita-citakan bergerak di dunia pendidikan dan pengembangan masyarakat. Kegiatannya sekarang ini mengumpulkan buku-buku dari donatur dan buka lapak baca buku gratis akhir pekan. Hoho ... maaf, bagian ini mungkin tidak penting. Intermezzo.
Saya selalu berasumsi bahwa
seorang penulis yang tetap menulis akan muda selamanya. Itu kenapa teman-teman
penulis yang lebih tua dari saya cukup saya panggil dengan “kakak”, bukan ibu
atau bapak atau tante atau om. Hehe. Kakak
IIDN yang keberatan, protes, ya.
Sharing kepenulisan IIDN kali ini adalah
sharing puncak atau penutup, setelah
tiga sharing sebelumnya digelar di
tempat berbeda dan saya tidak pernah menghadirinya. Dan, penulis yang berbagi
adalah dua perempuan keren yang sudah melahirkan karya. Kak Marisa Agustina dan
kak Abby Onety, serta dipandu moderator tidak kalah kece, kak Mugniar Marakarma
(yang lebih menyukai dirinya disebut blogger).
Foto : Ismi Kurnia
Mugniar (kiri), Abby Onety (tengah), Marisa Agustina (kanan)
Foto : Ismi Kurnia
Mugniar (kiri), Abby Onety (tengah), Marisa Agustina (kanan)
Menulis untuk seorang kak
Abby bukanlah proses yang dia mulai sejak kecil seperti kebanyakan orang. Dia
memulainya baru beberapa tahun belakangan di usia yang tak lagi muda, 39 tahun.
Ah, saya langsung mengenang diri saya yang memang menyukai literasi sejak usia
belasan. Membuat sebuah novel di buku tulis di masa SMP karena tak tahu harus
menyalurkannya kemana. Kak Abby hebat, di usia yang tak sedikit orang tak mau
belajar, dia justru mengobarkan semangat itu. Tepat sekali kalimat yang
bunyinya, “Belajar dimana saja, kapan saja, tak mengenal usia.”
Kak Abby sendiri dalam
manajemen waktu merasa tidak kesulitan. Meski rutinitasnya, sebetulnya, seabrek
alias padat merayap, dia selalu menyempatkan menulis, kecuali pas ngajar di
dalam kelas. Ya, kak Abby seorang guru biologi. Dan, ketika ngajar, perhatian
guru memang harus tercurah penuh untuk muridnya, kan? Jempol deh buat kak Abby. Oh ya, katanya, kak Abby terkadang hanya
bermasalah dengan satu hal: rasa malas yang tiba-tiba datang. (Wajar Kak kalau sekali-kali ... mungkin
tubuhnya lagi butuh istirahat dan me time. Hehe.)
Beberapa karya sudah lahir
dari tangan kak Abby. Salah satu buku kumpulan cerita yang memuat tulisannya
adalah “Sakitnya Tuh Nggak Di Sini” yang sudah beredar di toko-toko buku
seluruh Indonesia. Judul buku ini mirip lagu yang belakangan booming. Mungkin isinya (karena saya
belum baca) menyoal move on. Tak perlu
berlarut-larut dengan “sakitnya tuh di sini”. Hihi. Jadi penasaran baca
bukunya.
Ini penampakan bukunya.
Teman-teman yang tidak mau “sakitnya tuh di sini”, beli dan baca saja buku ini.
Katanya dijamin terhibur.
Untuk pemula, saran kak
Abby, bisa ikut banyak-banyak lomba. Ini untuk melatih keterampilan menulis dan
kita jadi tahu sebenarnya sudah seberapa meningkat sih kemampuan kita. Saran
yang keren untuk dicoba, teman-teman. Nantinya, kak Abby kepingin punya buku travelling, sesuai hobinya yang suka
jalan-jalan.
Sekarang beralih ke penulis
berikutnya, kak Marisa Agustina.
Kak Marisa ini terkenal
sebagai penulis cerita anak. Salah satu bukunya yang berjudul “Reisha si
Pengusaha Cilik” memenangkan Islamic Book Fair (IBF) 2015. Keren, kan?
Sama seperti kak Abby, kak
Marisa juga tidak memulai jejak kepenulisannya di masa kanak atau remaja, tapi
nanti setelah jadi ibu-ibu. Awalnya, kak Marisa fokus ngeblog. Tapi karena
sifatnya yang pembosan (tapi dalam hal ini sepertinya menguntungkan), kak
Marisa lama-lama ingin sesuatu yang lebih. Bosan ngeblog, harus punya terobosan
baru. Tertantanglah kak Marisa untuk membuat sebuah buku. Dan, dalam proses
penulisan yang tidak begitu lama lahirlah “Reisha” yang nantinya diterbitkan
Indiva, asuhan penulis senior mbak Afifah Afra.
Sudah lazim kalau proses kreatif tak selamanya lancar. Ada masa-masa yang memang bikin kita down dan sampai nanya-nanya, mau tulis apa lagi, ya? Kak Marisa pernah mengalami itu. Dia kadang
merasa harus mandek ketika cerita yang ditulisnya terkesan datar-datar saja.
Tapi, untuk penulis yang betul-betul menulis selalu punya cara untuk mengatasi
ini, dong. Salah satunya dengan membuat outline
tulisan, kata kak Marisa.
Kalau kak Abby tidak
menulis saat ngajar, kak Marisa juga mesti menunggu waktu yang tepat untuk menumpahkan
ide-idenya ke word. Ya, setelah pekerjaan
rumah selesai dan kebutuhan suami juga anak-anaknya terlengkapi. Ah, dua-duanya potret yang baik dalam
mengemban amanah. Pandai menempatkan
sesuatu pada tempatnya.
Di sharing sore itu kak Marisa juga membagi beberapa tips menembus penerbit;
kenali dulu penerbitnya, lampirkan sinopsis pas kirim naskah, gambarkan
keunggulan cerita dan jalin hubungan baik dengan editor. Jadi, teman-teman yang
mau punya buku, ada baiknya memerhatikan saran-saran ini, nih!
Karena hobi jalan-jalan kak
Abby pingin punya buku travelling,
kak Marisa lebih tertantang untuk bikin cerita Fantasi. Semacam Harry Potter,
Lord of the Rings atau Bumi-nya bang Tere.
Mau jadi penulis? Ya
menulis ...! Mau punya buku? Ya menulis ...! KONSISTEN. Pesan kak Marisa.
Jeng ... jeng ... jeng .... Dan, akhirnya puncak sharing
kepenulisan IIDN Makassar berakhir. Pertemuan yang mengesankan dan ... huuuaa
... terima kasih banyak untuk dua orang pemateri keren plus moderator kecenya untuk ilmu yang sudah dibagi gratis. Saya
doakan semoga ilmunya makin nambah dan berkah. Juga saya doakan, semoga
kita-kita ini (termasuk saya, hehe), hmm ... pokoknya semua anggota IIDN bisa
berkarya lebih banyak dan lebih baik. Dan, semoga kita bisa ketemu lagi. Aamiin.
Pesan khusus buat kak Umma
Azura: Sebetulnya waktu itu saya kepingin sekali tegur ki’ Kak, tapi masih
malu-malu. Pas saya sudah berani dan berbalik ke belakang, eh ... kak Ummanya
sudah menghilang. Ah, maaf untuk sifat pemalu saya yang kadang-kadang tidak
pada tempatnya itu. Hehe.
Nb: Foto bukunya bukan foto
original punya saya. Tapi dari tokopedia.com. Foto yang saya ambil pas itu
hilang datanya. Dan, tak ketemu juga sampai tulisan ini selesai. Terpaksa pakai
foto lain. Ah, mohon maaf (lagi) untuk itu.
***
*Tulisan ini diikutkan dalam tantangan menulis review "Sharing Kepenulisan IIDN Makassar". Baca infonya di sini. (^__^)
2 komentar
Konsisten itu yang susah, ya, Mak. Mampir ke sini jadi semangat deh
BalasHapusBetul, Mak. Harus dengan upaya ekstra. Makasih ya Mak sudah mampir.
Hapus