Saya Homo. Kenapa? -----> Aaaarghhh ....

Minggu, Juli 13, 2014



Aku selalu saja terjebak dalam ketakutan menjadi tidak baik tiap kali selesai mengunjungi rumahmu. Aku membayangkanmu sebagai laki-laki yang kutunggu pribadinya sebelum sebuah pengakuan hadir dan membuatku ragu. Kamu mencintai laki-laki dan tak peduli pada kata-kata miring. Aku miris. Sungguh.


Ah, sudahlah. Toh aku memang begitu. Berderet idola, karena hal tertentu, menjadikanku mencintai sekadarnya saja. Hmm … maksudku, menyukai. Mencintai tak pernah sekadarnya, bukan?


Hei … kamu tahu? Kata-kata yang mengambang di halaman rumahmu membuatku ciut itu karena … barangkali terlalu indah. Terlalu puitik sampai-sampai serupa sihir yang membuat mataku lekat dan kakiku tak bisa beranjak. Pilihannya tiba-tiba cuma ada satu; membaca hingga tuntas dan akhirnya kata-kata dari dalam kepalaku terasa hambar.


Kamu, kata-kata apa yang mesti kutuliskan? Ada banyak pujian, tapi aku tak pandai memuji. Ada kekecewaan teramat besar. Tapi, aku juga tak cakap menyampaikan rasa sangsi. Sebegini sajalah. Meski suka tak akan menjelma jadi cinta, aku akan terus membacamu.


Untuk laki-laki yang … kenapa mesti mencintai laki-laki?
Makassar, 11 Juli 2014

You Might Also Like

4 komentar

  1. Balasan
    1. Hahaha. Edisi kuciwa karena sang idola ternyata homo. -_-

      Iis apa kabar?

      Hapus
  2. Gaya bertutur Dikpa unik. Sudah khas sekali.
    Lanjutkan! ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Kak Niar. Semoga saya bisa kayak kak Niar, yang produktif sekali menulis. :)

      Hapus

IIDN-ers

IIDN-ers

Komunitas Blogger

Komunitas Blogger

Kumpulan Emak Blogger

Kumpulan Emak Blogger