TOWR dan gerimis dalam kolam
Senin, Desember 30, 2013
Pagi tadi terasa beda sekali setelah dua pagi
terlewati--kemarin dan kemarinnya lagi. Bukan hanya masalah tempat atau
suhu yang kontras, tapi kenangan. Desember kelabu dan cerita yang campur
aduk. Ya … ya, ini menarik, saya rasa begitu.
Kenangan buruk yang datang tiba-tiba memang menyebalkan. Bayangkan, misalnya, seorang laki-laki dari masa lalu menemuimu pada suatu pagi dengan secangkir teh hangat dan roti basi. Lantas pura-pura merayumu. Mengajakmu kembali melewati waktu-waktu bersama. Dari suaranya saja, kamu bisa menerka kalau itu semacam trik agar dia tidak terlihat bersalah.
Di ujung pertemuan, seperti biasa, kalian saling menyalahkan. Tak ada yang mau mengalah. Dan, kalian pulang dengan kebencian masing-masing. Juga, cinta yang malu-malu yang sebenarnya masih ada.
Ini bagian Desember kelabu. Seorang lelaki dan rayuan yang bagaimana pun manisnya dan bagaimana pun hatimu ingin jatuh, NO … tidaaak … bukankah kamu sudah berjanji untuk setia pada komitmenmu? Berhijrah dan tidak pacaran lagi. Jadi, jawaban paling tepat, “No, thanks. Silakan mencari persinggahan lain. Hati saya bukan halte!”
Lupakan ….
Duapuluh tujuh sampai duapuluh sembilan adalah tanggal penutup yang baik tahun ini. Tabungan kenangan yang akan saya rawat dan jaga. Kolam, pohon-pohon, karst, cuaca dingin dan gerimis. Juga, inspirasi dan kekeluargaan. TOWR FLP Sul-Sel 2013.
Saya pikir, waktu saya akan habis dengan tumpukan baju kotor dan panas mesin pengering. Saya bahkan membuang keinginan bertemu penulis idola dan teman-teman yang kebanyakan belum saya ketahui wajahnya. Tapi, Allah Maha baik. Selalu memberi kesempatan tak terduga.
(Hal buruk dalam kepala saya; terlalu terburu-buru ingin menyelesaikan tulisan ini.)
Baiklah … karena begitu banyak hal penting harus diabadikan, sebisa mungkin, saya akan menahan kebiasaan buruk itu.
Sebelum berangkat, sebuah pesan menertawai saya—pesan dari seorang ibu muda, kenalan yang sudah seperti kakak sendiri. Tulisnya, “Kamu benar-benar seperti katak dalam tempurung. Kemana saja selama ini? Pallubasa belum pernah coba. Bantimurung belum pernah injak. Ckckck ….”
Tak apa, karena pesan berikutnya membuat senyum saya mengembang. “Nantilah, kapan-kapan kalau saya sudah tidak ngidam, saya akan traktir.” (Kak Iin yang baik hati dan tidak sombong, saya sudah mencatat pesan ini baik-baik. Hehe.)
Saya tidak cukup pintar mendeskripsikan bagaimana indahnya tempat saya menginap. Bayangkan saja ini; kamar-kamar berjejer, berhadapan dengan dua kolam renang dan penataan taman yang baik. Juga pegunungan dan pohon-pohon dan kabut yang mengambang. Lebih romantis, karena setiap pagi dan sore, gerimis turun malu-malu.
(Maaf, saya tidak begitu fokus menulis ini. Beberapa artikel—yang harus diselesaikan secepatnya—menghantui kepala saya.)
Sejujurnya, saya menyesali satu hal; tidak mengikuti materi dengan baik. Kemungkinan (ini perkiraan saya), penyebabnya, karena saya kecanduan kopi. Tanpa minuman ini, kepala saya terasa berat dan selalu mengantuk.
Beberapa hal yang akan selalu saya kenang:
1. Gerimis yang jatuh dalam kolam
Saya suka sekali momen ini. Gerimis jatuh dan menyebar di permukaan kolam, membentuk gelombang-gelombang kecil yang menawan. Di sekelilingnya, kabut membungkus pegunungan. Indah sekali. Lagi-lagi saya katakan, saya tidak pandai berdeskripsi. Silakan membayangkan sendiri.
2. Teman dunia maya
Dua teman akrab dunia maya, akhirnya saya temui di sini. Mereka baik-baik dan ramah. Khaeriyah Nasruddin, Endan Pratiwi, mereka adik-adik yang membanggakan. Teman-teman lain—yang baru atau pun sudah saya kenal sebelumnya—tentu tak kalah baik.
3. Goa Mimpi dan rasa penasaran
Entah berapa banyak anak tangga ditelusuri. Rasanya jauh dan lelah sekali. Tapi, melegakan. Akhirnya sampai di Goa Mimpi tanpa seorang pemandu. Cuma modal penasaran dan “sotta”. Hahaha. Kalian, yang ada dalam perjalanan ini, menjadi kisah tersendiri dalam kepala saya. Kalian; kak Mita, kak Irna, Ismi, Zhie, kak Nursam, kak Hendra. (Harusnya bagian ini ditulis lengkap. Hmm … sayangnya sudah sangat larut dan saya terserang kantuk. Barangkali diantara kalian ada yang mau menceritakan.)
3. Berenang (Untuk kak Irna dan Zhie)
Berenang di kolam biru (kolam untuk anak-anak). Hahaha. Kali ini, saya rasa, saya akan menjadi pengingat yang baik. Semoga lain waktu kita bisa mengulang kejadian serupa ini (tidak termasuk bagian dimana kalian terjebak di dalam kolam).
4. Belajar dari beberapa orang
Mencintai Al-qur’an. Membacanya dimana pun dan kapan pun kalian bisa. Diam-diam saya belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Belajar dari apa yang kalian kerjakan. Terima kasih.
5. Menulis untuk Kebaikan
Hal paling berharga yang saya bawa pulang; semangat membara untuk kembali menulis, menulis dan menulis. Saya tersengat semangat mendengar pesan kak Gegge; tinggalkan “pi” karena “pi” sama dengan kegagalan. Dan, menulislah untuk kebaikan, untuk mencerahkan. Bukankah FLP punya tiga pilar? Kepenulisan, Keislaman dan Keorganisasian.
Akhirnya, saya berada pada titik balik dan perenungan yang panjang. Bismillah … luruskan niat lagi! (^^)
Dalam kamar kosan yang agak berantakan.
30 Desember 2013. 01:30 WITA.
Kenangan buruk yang datang tiba-tiba memang menyebalkan. Bayangkan, misalnya, seorang laki-laki dari masa lalu menemuimu pada suatu pagi dengan secangkir teh hangat dan roti basi. Lantas pura-pura merayumu. Mengajakmu kembali melewati waktu-waktu bersama. Dari suaranya saja, kamu bisa menerka kalau itu semacam trik agar dia tidak terlihat bersalah.
Di ujung pertemuan, seperti biasa, kalian saling menyalahkan. Tak ada yang mau mengalah. Dan, kalian pulang dengan kebencian masing-masing. Juga, cinta yang malu-malu yang sebenarnya masih ada.
Ini bagian Desember kelabu. Seorang lelaki dan rayuan yang bagaimana pun manisnya dan bagaimana pun hatimu ingin jatuh, NO … tidaaak … bukankah kamu sudah berjanji untuk setia pada komitmenmu? Berhijrah dan tidak pacaran lagi. Jadi, jawaban paling tepat, “No, thanks. Silakan mencari persinggahan lain. Hati saya bukan halte!”
Lupakan ….
Duapuluh tujuh sampai duapuluh sembilan adalah tanggal penutup yang baik tahun ini. Tabungan kenangan yang akan saya rawat dan jaga. Kolam, pohon-pohon, karst, cuaca dingin dan gerimis. Juga, inspirasi dan kekeluargaan. TOWR FLP Sul-Sel 2013.
Saya pikir, waktu saya akan habis dengan tumpukan baju kotor dan panas mesin pengering. Saya bahkan membuang keinginan bertemu penulis idola dan teman-teman yang kebanyakan belum saya ketahui wajahnya. Tapi, Allah Maha baik. Selalu memberi kesempatan tak terduga.
(Hal buruk dalam kepala saya; terlalu terburu-buru ingin menyelesaikan tulisan ini.)
Baiklah … karena begitu banyak hal penting harus diabadikan, sebisa mungkin, saya akan menahan kebiasaan buruk itu.
Sebelum berangkat, sebuah pesan menertawai saya—pesan dari seorang ibu muda, kenalan yang sudah seperti kakak sendiri. Tulisnya, “Kamu benar-benar seperti katak dalam tempurung. Kemana saja selama ini? Pallubasa belum pernah coba. Bantimurung belum pernah injak. Ckckck ….”
Tak apa, karena pesan berikutnya membuat senyum saya mengembang. “Nantilah, kapan-kapan kalau saya sudah tidak ngidam, saya akan traktir.” (Kak Iin yang baik hati dan tidak sombong, saya sudah mencatat pesan ini baik-baik. Hehe.)
Saya tidak cukup pintar mendeskripsikan bagaimana indahnya tempat saya menginap. Bayangkan saja ini; kamar-kamar berjejer, berhadapan dengan dua kolam renang dan penataan taman yang baik. Juga pegunungan dan pohon-pohon dan kabut yang mengambang. Lebih romantis, karena setiap pagi dan sore, gerimis turun malu-malu.
(Maaf, saya tidak begitu fokus menulis ini. Beberapa artikel—yang harus diselesaikan secepatnya—menghantui kepala saya.)
Sejujurnya, saya menyesali satu hal; tidak mengikuti materi dengan baik. Kemungkinan (ini perkiraan saya), penyebabnya, karena saya kecanduan kopi. Tanpa minuman ini, kepala saya terasa berat dan selalu mengantuk.
Beberapa hal yang akan selalu saya kenang:
1. Gerimis yang jatuh dalam kolam
Saya suka sekali momen ini. Gerimis jatuh dan menyebar di permukaan kolam, membentuk gelombang-gelombang kecil yang menawan. Di sekelilingnya, kabut membungkus pegunungan. Indah sekali. Lagi-lagi saya katakan, saya tidak pandai berdeskripsi. Silakan membayangkan sendiri.
2. Teman dunia maya
Dua teman akrab dunia maya, akhirnya saya temui di sini. Mereka baik-baik dan ramah. Khaeriyah Nasruddin, Endan Pratiwi, mereka adik-adik yang membanggakan. Teman-teman lain—yang baru atau pun sudah saya kenal sebelumnya—tentu tak kalah baik.
3. Goa Mimpi dan rasa penasaran
Entah berapa banyak anak tangga ditelusuri. Rasanya jauh dan lelah sekali. Tapi, melegakan. Akhirnya sampai di Goa Mimpi tanpa seorang pemandu. Cuma modal penasaran dan “sotta”. Hahaha. Kalian, yang ada dalam perjalanan ini, menjadi kisah tersendiri dalam kepala saya. Kalian; kak Mita, kak Irna, Ismi, Zhie, kak Nursam, kak Hendra. (Harusnya bagian ini ditulis lengkap. Hmm … sayangnya sudah sangat larut dan saya terserang kantuk. Barangkali diantara kalian ada yang mau menceritakan.)
3. Berenang (Untuk kak Irna dan Zhie)
Berenang di kolam biru (kolam untuk anak-anak). Hahaha. Kali ini, saya rasa, saya akan menjadi pengingat yang baik. Semoga lain waktu kita bisa mengulang kejadian serupa ini (tidak termasuk bagian dimana kalian terjebak di dalam kolam).
4. Belajar dari beberapa orang
Mencintai Al-qur’an. Membacanya dimana pun dan kapan pun kalian bisa. Diam-diam saya belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Belajar dari apa yang kalian kerjakan. Terima kasih.
5. Menulis untuk Kebaikan
Hal paling berharga yang saya bawa pulang; semangat membara untuk kembali menulis, menulis dan menulis. Saya tersengat semangat mendengar pesan kak Gegge; tinggalkan “pi” karena “pi” sama dengan kegagalan. Dan, menulislah untuk kebaikan, untuk mencerahkan. Bukankah FLP punya tiga pilar? Kepenulisan, Keislaman dan Keorganisasian.
Akhirnya, saya berada pada titik balik dan perenungan yang panjang. Bismillah … luruskan niat lagi! (^^)
Dalam kamar kosan yang agak berantakan.
30 Desember 2013. 01:30 WITA.
1 komentar
akhirnya saya bisa mengunjungi rumahku, Kak.
BalasHapusrumahmu cantik. Sekali-kali ketika kamu luang berkunjunglah ke rumahku. :)